Jumat, 22 April 2011

FAKTOR KEMACETAN LALULINTAS



  
Pilih mana, jalur reguler yang ada di kiri dan kanan atau jalur Tol dalam kota yang ada di tengah?
(Foto oleh: infodokterku.com)

Kemacetan lalu lintas dan banjir yang menjadi masalah utama kota Jakarta sudah menjadi rahasia umum, bahkan banyak orang di seluruh dunia sudah mengetahuinya. kemacetan lalulintas ibarat penyakit kanker yang menggerogoti tubuh ibukota Jakarta. Pada awal tahun 2011 Presiden SBY telah menegaskan bahwa Jakarta harus bebas dari kemacetan lalulintas pada tahun 2020 dan harus ada kemajuan yang signifikan pengurangan kemacetan di Jakarta pada tahun 2014. Oleh karena itu lebih baik kita memikirkan hal-hal yang konstruktif kearah perbaikan dan mencari berbagai alternatif upaya pemecahan masalah kemacetan lalulintas di Jakarta. Telah banyak teori, jurus, dan rencana hingga aksi nyata diajukan para Ahli, Tokoh, Ilmuwan dan Pejabat untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, tetapi bukannya membaik malah kondisi lalu lintas di Jakarta semakin semrawut dan tingkat kemacetan semakin parah. Penulis mencoba turut berkontribusi melalui tulisan ini, dengan harapan dapat dibaca oleh Para pengambil kebijakan serta dipertimbangkan untuk diterapkan salah satu atau beberapa diantaranya.

Pengertian Kemacetan Lalu Lintas
Menurut pendapat penulis, kemacetan lalu lintas adalah suatu keadaan atau situasi yang terjadi di satu atau beberapa ruas lalu lintas jalan dimana arus kendaraan bergerak sangat lambat tidak semestinya hingga stagnan sehingga menyebabkan terganggunya aktifitas dan pergerakan pemakai jalan.

Dampak Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan sudah pasti akan menimbulkan kerugian namun saking banyaknya, belum pernah (dan tidak akan pernah) ada yang dapat menghitung secara tepat jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan lalulintas. Menurut pakar lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Dr Firdaus Ali, MSc (2009), diperkirakan akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta mengakibatkan kerugian pada seluruh warga Ibu Kota yang jumlahnya mencapai sekitar Rp 28 triliun per tahun.

Dampak negatif kemacetan lalu lintas yang dapat dirasakan langsung atau tidak langsung, yaitu:
  1. Kerugian waktu.
  2. Kerugian ekonomi karena boros bahan bakar (BBM), terganggunya jadwal bisnis dan kegiatan keluarga dengan segala macam dampak yang mengikutinya.
  3. Stress dan kelelahan dengan segala akibatnya, seperti mudah tersinggung, mudah marah, dan turunnya produktivitas.
  4. Penurunan kualitas udara di Jakarta akibat meningkatnya kadar zat-zat pencemar utama yang berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor dengan rentetan dampak lainnya seperti penyakit dan berkontribusi besar pada terjadinya pemanasan global.
  5. Lesunya dunia pariwisata Jakarta.
  6. dan masih banyak lagi kerugian yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Faktor faktor Penyebab Kemacetan Lalu Lintas
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas. Menurut sumbernya, kemacetan lalu lintas disebabkan oleh 4 faktor utama yaitu:
1. Faktor jalan raya (ruang lalu lintas jalan)
2. Faktor kendaraan
3. Faktor manusia (pemakai jalan)
4. Faktor lain

ad. 1. Faktor Jalan raya (ruang lalu lintas jalan)
Faktor jalan raya adalah faktor-faktor yang berasal dari kondisi jalan raya itu sendiri. Buruknya kondisi ruang lalu lintas jalan  serta sempit /terbatasnya ruang/lahan jalan akan menghambat pergerakan pengguna jalan.

Penyebab buruknya kondisi ruang jalan raya antara lain: adanya kerusakan sebagian atau seluruh ruas jalan,  pemanfaatan ruang jalan untuk  urusan yang bukan semestinya atau pemanfaatan yang keliru, misal: jalan digunakan untuk praktek pasar. Terbatasnya lahan jalan dapat diartikan daya tampung (kapasitas) yang rendah dari ruang lalu lintas jalan, disebabkan jumlah kendaraan yang melintas/beredar melebihi daya tampung ruang jalan dan pemanfaatan yang keliru dari ruang lalu lintas jalan.

Tentang jalur bus Transjakarta (bus way): Dalam kondisi bus Trans Jakarta seperti saat ini, sangat sulit untuk memenangkan perdebatan bahwa keberadaanbus way dapat mengatasi kemacetan lalulintas. Dari sisi penumpang, bus ini cukup bagus dalam memberikan kepuasan kepada penumpang. Namun bila ditinjau dari sisi lain, upaya menegakkan kesterilan jalur 'busway' secara kaku pada jam-jam padat lalulintas semakin menambah tingkat kemacetan lalulintas di Jakarta. Satu realitas yang tak dapat dibantah, salah satu penyebab berkurangnya lahan/ruang jalan raya di Jakarta yang memang sudah terbatas adalah pemakaian sebagian ruang jalan untuk digunakan jalur bus Transjakarta (bus way). Ketika kemacetan parah terjadi di jalur reguler (jalan bukan tol), sedangkan jalur 'khusus bus way' nampak lengang dan hanya sesekali bus Transjakarta terlihat meluncur di jalurnya, hal ini dapat menimbulkan tanda tanya ('what is wrong?') dari pemakai jalur bukan tol.

ad. 2. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan adalah faktor-faktor yang berasal dari kondisi kendaraan yang melintasi di jalan raya. Berbagai hal yang menyangkut kondisi kendaraan bisa berupa: jenis, ukuran, kuantitas (jumlah) dan kualitas kendaraan yang melintas di jalan raya. Misal: jumlah kendaraan yang beroperasi/melintas melebihi daya tampung jalan raya, beroperasinya jenis dan ukuran kendaraan tertentu yang berpotensi memacetkan arus lalu lintas.

Menurut hasil jajak pendapat pada infodokterku.com yang dilakukan sejak bulan September 2010 dengan pertanyaan "Menurut pendapat Anda, jenis kendaraan apa yang punya kontribusi paling besar dalam menimbulkan kemacetan di jalan-jalan Ibukota (Jakarta)?" Hasilnya per tanggal 28 Februari 2011, berturut-turut: 57,3% responden menjawab mobil, 26,7% menjawab angkutan umum dan 16% menjawab sepeda motor punya kontribusi paling besar dalam menimbulkan kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Berdasarkan hasil jajak pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bagian terbesar responden berpendapat mobil pribadi merupakan kontributor terbesar dalam menimbulkan kemacetan lalu lintas di Jakarta, diikuti angkutan umum sebagai kontributor terbesar kedua. Dapat dimengerti karena mobil (mobil pribadi) memiliki ukuran badan (body size)  yang besar dan populasinya yang besar pula sehingga sangat banyak menyita ruang jalan raya. Banyaknya mobil (mobil pribadi) yang beroperasi di jalan raya pada suatu saat tertentu secara bersamaan akan sangat menyita lahan jalan raya yang memang sudah sangat terbatas.

Selain itu, pemakaian mobil pribadi di Jakarta sangat tidak efisien. Yang dimaksud tidak efisien adalah jumlah penumpang (termasuk pengemudi) hanya 1 atau 2 orang di dalam satu mobil. Contoh, penulis sering mengamati betapa banyak (walaupun tidak dihitung) mobil yang berpenghuni hanya 1 orang yaitu sopir saja tanpa penumpang. Acapkali pula penulis memergoki para 'Eksekutif muda" sedang mengendarai mobil seorang diri ditengah kemacetan lalulintas di Jakarta dan mobilnya berbadan lebar (bongsor) pula. Di dalam hati penulis berkata, "aih ... betapa boros tempat dan boros energi .... mengapa hal seperti ini 'didiamkan' saja??" (Maaf, penulis tidak bermaksud mendiskreditkan para Eksekutif muda, hanya menghimbau agar menggunakan mobil secara efisien.)

Sangat mudah untuk membuktikan bahwa pemakaian mobil pribadi di Jakarta sangat tidak efisien (inefisiensi). Penerapan Three in one di Jakarta dapat dijadikan alat ukur yang cukup valid untuk membuktikan betapa penggunaan mobil pribadi di Jakarta sangat tidak efisien. Lihat saja pada saat berlaku 3 in 1 di Jalan Gatot Subroto mulai pukul 5 sore setiap hari kerja, maka banyak mobil pribadi menghindari jalan non tol yang terkena aturan 3 in 1 sehingga jalan non tol menjadi 'sepi' dari mobil pribadi, sebaliknya jalan tol menjadi sangat padat sampai macet. Pengemudi mobil pribadi lebih memilih menggunakan jalan tol walaupun harus membayar dan masuk melalui antrean panjang untuk kemudian mengalami kemacetan di jalur tol dalam kota. Sebelumnya, pada pukul 4 sore jalan Gatot Subroto non tol sangat padat dengan mobil pribadi seolah-olah mereka berebut memasuki jalan ini sebelum waktu menunjukkan pukul 5 sore (saat3 in 1 mulai berlaku).

ad. 3. Faktor manusia (pemakai jalan)
Faktor manusia adalah faktor-faktor yang berasal dari manusia selaku pemakai jalan. Berbagai hal menyangkut manusia antara lain: sikap, perilaku dan kebiasaan (behavior and habit) yang kurang tepat ketika menggunakan jalan raya menyebabkan kemacetan lalu lintas dan membahayakan pihak lain, misal: sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mau mengalah, congkak, arogan, menganggap bahwa melanggar aturan berlalu lintas adalah hal biasa serta tidak mengetahui atau tidak mau peduli bahwa gerakan (manuver) nya mengganggu bahkan membahayakan keselamatan pengguna jalan lain, yang berprinsip bahwa kecerobohannya bukan merupakan tanggung jawabnya melainkan menjadi tanggung jawab pihak lain.

ad. 4. Faktor Lain
Banyak faktor lain selain ketiga faktor (komponen) di atas yang dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas, misalnya: penerapan yang keliru terhadap kebijakan dan undang-undang lalu lintas angkutan jalan, kurangnya jumlah petugas pengatur lalu lintas, demonstrasi, kerusuhan, dan cuaca (hujan deras dan banjir).

Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta, tidak dapat dicapai dengan cara-cara yang 'biasa', harus dilakukan upaya-upaya (intervensi) terobosan yang 'tidak biasa' dan mungkin (maaf) 'sedikit gila.' Agar tingkat kemacetan di Jakarta dapat direduksi, maka upaya-upaya terobosan ini harus dilakukan secara sungguh-sungguh (serius, menyeluruh, tidak setengah-setengah), tidak pilih bulu, tegas dan berani walau berisiko mendapat banyak tantangan dan pertentangan. Upaya-upaya terobosan yang disusun berdasarkan faktor-faktor penyebab kemacetan di atas sebagian besar akan berkonsekwensi/memerlukan adanya perubahan kebijakan (perda) tentang transportasi (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Upaya-upaya itu adalah:

1. Perbaikan faktor jalan raya.
Prinsip upaya perbaikan faktor jalan raya adalah semua upaya (intervensi) dengan target kepada jalan raya yang bertujuan untuk memperluas lebar jalan dan memperoleh atau 'merebut' kembali pemanfaatan jalan raya yang selama ini disalahgunakan atau dimanfaatkan secara keliru. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain:
  • Memperbaiki jalan-jalan yang rusak/berlubang.
  • Memperlebar ruang jalan di ruas-ruas jalan yang masih memungkinkan untuk dilebarkan.
  • Melarang penggunaan jalan dan atau trotoar untuk berbisnis/usaha, misal: bongkar muat barang di tepi jalan, praktek  dagang di trotoar, dan praktek ojek motor. Trotoar hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki.
  • Melarang penggunaan jalan untuk kegiatan pasar. Salah satu contoh kegiatan pasar yang mengganggu arus lalulintas adalah  praktek Pasar Koneng di daerah Daan Mogot Pesing, Jakarta Barat, yang sangat mengganggu arus lalulintas pada pagi, sore dan malam hari.
  • Menertibkan/melarang penggunaan jalan raya untuk area parkir dan tempat mangkal angkutan umum dan ojek sepeda motor. Salah satu contoh penggunaan jalan raya untuk tempat mangkal angkutan umum dan ojek sepeda motor adalah jalan di depan Mal Slipi Jaya  dan Pasar Slipi di bawah jalan layang yang sepanjang hari dimanfaatkan sebagai terminal  mikrolet, tempat mangkal bajay dan ojek sepeda motor sehingga jalan menyempit yang diperparah dengan banyaknya sepeda motor yang berjalan melawan arus.
  • Menertibkan pengemis, pedagang asongan dan anak jalanan beroperasi di persimpangan jalan.
  • Melarang angkutan umum ngetem (mangkal atau berlama-lama berhenti) di pinggir jalan, melarang adanya "terminal bayangan." Salah satu contoh jalan yang sangat semrawut adalah jalan Casablanca di depan terminal kampung melayu di bawah jalan layang, kemacetan di sini terutama pada sore hari disebabkan adanya terminal bayangan bagi bus dan mikrolet, banyak pedagang menggelar dagangan di badan jalan dan trotoar, dan pangkalan ojek sepeda motor.
  • Memindahkan pengoperasian Bus Trans Jakarta dari jalur yang sekarang digunakan (bus way) ke jalur/jalan tol dalam kota.
  • Sejalan dengan poin di atas, menghentikan pengoperasian jalan tol dalam kota dan mengalihfungsikan untuk jalur bus Transjakarta (bus way).
  • Memisahkan jalur sepeda motor dengan jalur mobil di ruas-ruas jalan tertentu pada hari kerja.
  • Menerapkan sistem "Tarif Jalur Padat" atau semacam Electronic Road Pricing (ERP) yang mengharuskan pengemudi membayar jika melalui ruas jalan raya tertentu pada saat lalu lintas padat.
  • Membuka jalan-jalan tembus yang baru.
  • Mempercepat pembangunan Mas Rapid Transit (MRT) berbasis jaringan kereta api yang sudah lama direncanakan. Namun perlu diperbandingkan dan hitung ulang untung rugi pembangunan MRT antara MRT berbasis Underground Tunnel Construction (subway atau underpass) dan MRT berbasis fly over, antara lain dari sisi pembiayaan, keamanan, biaya pemeliharaan, dan daya tahan dengan memperhitungkan faktor kerentanan lapisan bawah tanah Jakarta serta mengingat Jakarta masih rentan terhadap banjir dan keberhasilan pengendalian banjir. Penulis lebih condong memilih MRT berbasis flyover (jalan layang) dengan pertimbangan untuk puluhan tahun kedepan pengelola tidak perlu mengkhawatirkan jalan underpass-nya sudah tidak kedap terhadap banjir, juga dari aspek kemudahan pemeliharaan dibandingkan MRT berbasis subway.
  • Bila MRT sudah beroperasi, pengoperasian bus Transjakarta harus dihentikan.
  • 'Membersihkan' jalan raya tiga kali sehari (bahkan setiap saat pada hari kerja) dari kendaraan yang diparkir di pinggir jalan tertentu, misalnya dengan upaya sanksi denda, menderek atau merantai kendaraan yang diparkir seenaknya.
2. Perbaikan faktor kendaraan.
Prinsip upaya perbaikan faktor kendaraan adalah semua upaya dengan target kepada kendaraan yang ditujukan untuk membatasi volume kendaraan yang melintasi jalan raya, memperbesar daya muat orang (penumpang) dan atau barang yang dapat diangkut, dan menurunkan tingkat emisi gas buang kendaraan bermotor, karena tujuan dari adanya jalan raya adalah untuk memindahkan orang dan barang, bukan kendaraan. Kendaraan hanya sekedar menjadi alat pengangkut.

Upaya-upaya untuk membatasi jumlah dan volume kendaraan, memperbesar daya muat orang dan atau barang hendaknya lebih dikonsentrasikan pada intervensi yang ditujukan kepada kendaraan jenis mobil pribadi dan angkutan umum. Sedangkan intervensi pada pengendara sepeda motor, berupa penerapan peraturan yang lebih ketat, yang melanggar harus ditindak tegas, upaya ini untuk mengurangi kesemrawutan lalulintas dan mengurangi kejadian Kecelakaan Lalulintas.

Upaya-upaya pada faktor kendaraan yang dapat ditempuh antara lain:
  • Membatasi jumlah mobil pribadi yang boleh dimiliki.
  • Membatasi jumlah maksimum armada angkutan umum per trayek yang boleh beroperasi.
  • Membatasi penggunaan mobil pribadi. Cara pembatasannya bisa bermacam-macam, misalnya: pembatasan usia mobil yang boleh berlalu-lalang berdasarkan tahun keluaran mobil, penerapan nomor genap dan nomor ganjil plat nomor kendaraan yang boleh beroperasi secara bergantian setiap hari, menerapkan "Zona Bebas Mobil" pada ruas jalan dan hari-hari tertentu sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran udara, menggalakkan pariwisata, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
  • Melarang beroperasinya mobil pribadi 'berbadan lebar' pada hari kerja (senin sampai jumat).
  • Menurunkan inefisiensi penggunaan mobil pribadi dengan cara memaksimalkan jumlah penumpang yang dapat diangkut pada mobil pribadi di ruas jalan tertentu pada hari-hari dan jam tertentu, misal: penerapan five in one (bukan three in one seperti sebelumnya) pada jalur-jalur sangat padat.
  • Memperluas area dan waktu penerapan 3 in 1 secara signifikan. Misalnya: penerapan 3 in 1 di seluruh jalan protokol.
  • Sejalan dengan pembatasan penggunaan mobil pribadi, harus diikuti dengan upaya-upaya peningkatan kuantitas dan kualitas layanan angkutan umum, antara lain: menambah jumlah armada yang kurang pada suatu trayek, memperbaharui (peremajaan) armada, memberikan penyuluhan kepada para sopir angkutan umum tentang cara mengemudi yang baik, juga sangat penting meningkatkan keamanan di dalam angkutan umum (sudah menjadi rahasia umum dan momok bagi masyarakat: pemerasan, perampasan, pencopetan, pemaksaan dan kekerasan terhadap penumpang angkutan umum dengan sasaran utama terbanyak kelompok lemah seperti kaum wanita  dan anak-anak).
  • Menerapkan kebijakan yang mengatur tingkat emisi gas buang kendaraan bermotor, termasuk melarang beroperasinya kendaraan jenis: bajaj dan sepeda motor bermesin 2 tak.
  • Mulai merintis penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) bagi kendaraan. Banyak keuntungan dari penggunaan BBG, antara lain akan sangat mengurangi polusi udara, mengurangi tingkat kecepatan kendaraan sehingga mengurangi pula tingkat kecelakaan lalulintas, menghemat devisa walaupun investasi awal tinggi tetapi keuntungan yang tinggi menanti dimasa depan. Untuk pembelajaran dalam penerapaan BBG, kita dapat mencontoh negara Cina.
3. Perbaikan faktor manusia (pemakai jalan).
Prinsip upaya perbaikan faktor manusia adalah semua intervensi dengan target kepada pemakai jalan (termasuk pengemudi, tukang ojek, tukang parkir, pedagang kaki lima, pejalan kaki dan pemakai jalan lainnya) dengan tujuan utama merubah sikap, kebiasaan dan perilaku (habits and behaviors) yang selama ini secara keliru diterapkan, misal: sikap mementingkan diri sendiri, saling serobot, tidak mau mengalah, congkak, arogan, menganggap pengguna jalan lain sebagai musuh, membuang sampah di jalan raya, dan bila melanggar aturan lalu lintas dianggap sebagai perilaku yang benar dan tidak memalukan.

Untuk merubah sikap, perilaku dan kebiasaan masyarakat tidak semudah membalik telapak tangan tetapi memerlukan waktu panjang dan berkesinambungan. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui promosi di media elektronik, surat kabar, memberi contoh yang baik disamping menerapkan sanksi tegas (untuk 'shock therapy') bagi para pelanggar terutama pengemudi sepeda motor yang sering kedapatan melanggar aturan lalulintas. Masyarakat tidak akan mudah berubah tanpa adanya intervensi langsung dari petugas, oleh karena itu yang terpenting Petugas/Polisi Lalu lintas sebagai penegak keadilan di jalan raya harus mampu menegakkan keadilan di jalan tanpa pandang bulu (pilih kasih), menindak tegas para pelanggar yang termasuk:
  • Penyerobot lampu merah dan rambu lalulintas lainnya.
  • Pengendara sepeda motor yang melawan arus, tidak memakai helm dan melanggar rambu/aturan lalu lintas.
  • Pengendara sepeda motor yang memotong jalan (by pass) dengan cara melawan arus, membahayakan pengendara lain, dan menambah kesemrawutan dan kemacetan.
  • Pengendara yang berhenti di tempat yang dilarang.
  • Pengendara yang parkir di tempat yang tidak diperbolehkan.
  • Pejalan kaki yang menyeberang di tempat yang tidak diperbolehkan untuk menyeberang.
  • Pedagang asongan, pengemis, anak jalanan.
  • Membersihkan angkutan umum dari orang-orang pengecut yang mencari nafkah melalui cara-cara kekerasan (pencopet, penodong, pengancam, dan perampas harta penumpang).
  • Menerapkan peraturan secara konsekwen dan tidak 'pilih kasih,' misal: penerapan sanksi secara konsekwen dan ketat kepada pengendara mobil, angkutan umum dan sepeda motor tanpa pilih kasih, penerapan 'denda' yang tinggi kepada semua pelanggar undang-undang lalu lintas (termasuk pembuang sampah ke jalan) tanpa pilih kasih.
4. Perbaikan faktor lainnya.
Perbaikan faktor lainnya adalah intervensi lain yang dapat dilakukan selain ketiga jenis intervensi di atas. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
  1. Menerapkan undang-undang lalu lintas angkutan jalan secara konsekwen.
  2. Menambah jumlah personel pengatur dan polisi lalulintas terutama pada jam-jam pergi dan pulang kantor.
  3. Mengatasi banjir yang menjadi masalah besar bagi Jakarta.
  4. Memindahkan Ibukota Indonesia dari Jakarta ke kota lain di luar pulau Jawa.
  5. Mengeluarkan kebijakan yang melibatkan sektor lain, misal: penerapan waktu pulang dan pergi kerja dan sekolah tidak berbarengan tetapi diatur berdasarkan kebutuhan dan situasi kepadatan lalu lintas di suatu kawasan dimana waktu pergi dan pulang dapat diatur secara bergilir.
  6. Menerapkan tiga atau empat hari kerja dalam seminggu yang harinya diatur secara bergantian dalam setiap kawasan, dengan berpedoman pada prinsip untuk mengurangi kemacetan lalu lintas.
  7. Menerapkan kerja jarak jauh dan pendidikan jarak jauh melalui pemanfaatan teknologi komunikasi/internet.
Prioritas Intervensi
Semua usulan di atas sebenarnya memiliki prioritas yang kurang lebih sama untuk segera direalisasikan mengingat tingginya tingkat keparahan kemacetan lalu lintas di Jakarta. Namun penulis mengusulkan satu jenis intervensi yang harus diperioritaskan bila Pemerintah ingin mendapatkan hasil yang cepat (instan) sesuai instruksi Presiden bahwa pada tahun 2014 harus ada hasil yang signifikan dalam pengurangan kemacetan lalulintas di Jakarta. Alasan intervensi ini harus diperioritaskan karena akan diperoleh yang maksimal asalkan dijalankan dengan baik, ibarat pepatah 'sekali mendayung 5 pulau terlampaui." Bila intervensi ini dilaksanakan dengan baik, serius dan benar maka dapat menjadi kunci keberhasilan bagi Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi kemacetan lalulintas. Biarlah masalah banjir belum teratasi akan tetapi bila masalah kemacetan lalulintas dapat teratasi maka akan membawa pada keharuman nama pemimpinnya. Intervensi yang dimaksudkan adalah PEMBATASAN PENGGUNAAN MOBIL PRIBADI secara signifikan. Tak sulit untuk tidak meragukan bahwa tingginya jumlah mobil pribadi yang beredar di jalan raya berkorelasi dengan terjadinya kemacetan lalulintas, dengan perkataan lain, semakin banyak jumlah mobil pribadi yang beredar di jalan raya maka semakin tinggi pula tingkat kemacetan lalulintas di Jakarta. Mengenai caranya, hanya perkara teknis yang kiranya mudah dilaksanakan bila pemerintah 'benar-benar bertindak.'

Penulis mengusulkan penerapan kebijakan nomor genap dan nomor ganjil plat nomor kendaraan mobil pribadi yang boleh berkeliaran dengan selang 1 hari. Sebelum menerapkan, ada baiknya dilakukan pembuktian dengan cara melakukan semacam percobaan (eksperimen) terlebih dahulu. Eksperimen tidak perlu makan waktu yang lama, cukup satu minggu saja (catat, satu minggu saja), dilakukan secara mendadak dan tidak perlu persiapan yang lama, cukup disosialisasikan kepada masyarakat satu minggu sebelum pelaksanaan. Instruksikan bahwa misalnya pada hari senin, rabu dan jumat, hanya mobil pribadi dengan nomor (plat nomor) ganjil yang boleh beredar di jalan raya ibukota (Jakarta) sedangkan pada hari selasa, kamis dan sabtu hanya boleh beredar mobil pribadi dengan nomor genap. Lihat hasilnya, kemudian lakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil eksperimen tersebut yang bermanfaat untuk membuat perencanaan tentang kemungkinan penerapan pada masa mendatang.

Sementara dilakukan penerapan pembatasan mobil pribadi, sejalan dengan itu Pemerintah harus segera memperbaiki kualitas dan kuantitas angkutan umum. Lakukan penertiban secara sistematis, tegas, tidak pandang bulu, bersihkan semua 'benalu' yang merongrong kualitas angkutan umum termasuk 'mafia' yang melakukan 'pungutan liar' kepada angkutan umum.


Referensi
1. http://www.mail-archive.com/ kendal-online@yahoogroups.com/msg00564.html, diakses 7 Nopember 2010.
2. http://megapolitan.kompas.com/read/2009/09/10/14592832/wow.kerugian.akibat.kemacetan.di.jakarta.rp.28.triliun.setahun, diakses tanggal
     7 Nopember 2010.
3. http://www.pelangi.or.id/othernews.php?nid=3450, diakses 8 Nopember 2010.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5. Wijaya, 2005, Pencemaran Udara di Wilayah Jabodetabek, Tugas Mata Kuliah Pencemaran Lingkungan dan Penyakit Berbasis Lingkungan,    Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar